Rukun Akad Wakalah bil Ujrah | Web Edukasi - Sanabila.com

Home

Daftar Isi

Instagram

Google+

Facebook

Twitter

Pasang Iklan

Refresh
Loading...

Rukun Akad Wakalah bil Ujrah

Rukun Akad Wakalah bil Ujrah

Rukun Akad Wakalah bil Ujrah 
Kali Ini sanabila.com akan membahas tentang Rukun Akad Wakalah bil Ujrah. Akad wakalah bil ujroh ini merupakan salah satu jenis akad (pejanjian) yang digunakan dalam asuransi syariah.Menurut Sayyid Sabiq Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Islam mensyariatkan wakalah karena manusia membutuhkannya. 

Secara umum, Rukun wakalah terdiri atas ijab dari muwakil (pihak yang mewakilkan), dan qabul dari wakil. Ijab harus di ucapkan secara jelas oleh muwakil, sedangkan qabul tidak harus di ungkapkan (tidak di isyaratkan dalam huruf ferbal), namun bisa di wujudkan dalam tindakan. Ada 4 (empat) rukun dari akad wakalah bil ujroh ini diantaranya adalah :
  1. Al Muwakkil (Orang Yang Mewakilkan/ Melimpahkan Kekuasaan)
  2. Al Wakil ( Orang Yang Menerima Perwakilan)
  3. Al Muwakkal Fih (Objek Yang Diwakilkan)
  4. Sighat  ( Ucapan Serah Terima)
Dibawah ini adalah penjelasan dari ke-empat rukun dari akad wakalah bil ujroh diatas.

Al-Muwakkil (Orang yang Mewakilkan) 
 
Seseoarang yang mewakilkan, pemberi kuasa, disyaratkan memiliki hak untuk bertasharruf pada bidang-bidang yang didelegasikannya. Karena itu seseorang tidak akan sah jika mewakilkan sesuatu yang bukan haknya. Pemberi kuasa mempunyai hak atas sesuatu yang dikuasakannya, disisi lain juga dituntut supaya pemberi kuasa itu sudah cakap bertindak atau mukallaf. Tidak boleh seorang pemberi kuasa itu masih belum dewasa yang cukup akal serta pula tidak boleh seorang yang gila. Menurut pandangan Imam Syafi’I anak-anak yang sudah mumayyiz tidak berhak memberikan kuasa atau mewakilkan sesuatu kepada orang lain secara mutlak. Namun madzhab Hambali membolehkan pemberian kuasa dari seorang anak yang sudah mumayyiz pada bidang-bidang yang akan dapat mendatangkan manfaat baginya. 

Al-Wakil (Orang yang Diwakilkan)
 
Penerima kuasa pun perlu memiliki kecakapan akan suatu aturan-aturan yang mengatur proses akad wakalah ini. Sehingga cakap hukum menjadi salah satu syarat bagi pihak yng diwakilkan. Seseorang yang menerima kuasa ini, perlu memiliki kemampuan untuk menjalankan amanahnya yang diberikan oleh pemberi kuasa. ini berarti bahwa ia tidak diwajibkan menjamin sesuatu yang diluar batas, kecuali atas kesengajaanya, Wakil adalah orang yang mendapat kepercayaan mengurusi apa yang dipegangnya atau apa yang ditanganinya; ia tidak harus menanggung resiko kecuali karena kelalaiannya. Rasulullah saw bersabda: “Tidak ada tanggungan atas orang yang mendapat amanah.” (Hasan; Shahihul Jami’us Shaghir no: 7518). 

Al Muwakkal Fih (Objek Yang Diwakilkan)
 
Obyek mestilah sesuatu yang bisa diwakilkan kepada orang lain, seperti jual beli, pemberian upah, dan sejenisnya yang memang berada dalam kekuasaan pihak yang memberikan kuasa. Para ulama berpendapat bahwa tidak boleh menguasakan sesuatu yang bersifat ibadah badaniyah, seperti shalat, dan boleh menguasakan sesuatu yang bersifat ibadah maliyah seperti membayar zakat, sedekah, dan sejenisnya. Selain itu hal-hal yang diwakilkan itu tidak ada campur tangan pihak yang diwakilkan. Tidak semua hal dapat diwakilkan kepada orang lain. Sehingga obyek yang akan diwakilkan pun tidak diperbolehkan bila melanggar Syari’ah Islam. 

Shighat 
 
Dirumuskannya suatu perjanjian antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa. Dari mulai aturan memulai akad wakalah ini, proses akad, serta aturan yang mengatur berakhirnya akad wakalah ini. Isi dari perjanjian ini berupa pendelegasian dari pemberi kuasa kepada penerima kuasa. Tugas penerima kuasa oleh pemberi kuasa perlu dijelaskan untuk dan atas pemberi kuasa melakukan sesuatu tindakan tertentu.



Baca juga :


Written by: sanabila.admin
Sanabila, Updated at: 9/08/2015