Pengertian Prinsip Larangan Gharar (Ketidakpastian) Dalam Asuransi Syariah (Takaful) | Web Edukasi - Sanabila.com

Home

Daftar Isi

Instagram

Google+

Facebook

Twitter

Pasang Iklan

Refresh
Loading...

Pengertian Prinsip Larangan Gharar (Ketidakpastian) Dalam Asuransi Syariah (Takaful)

Pengertian Prinsip Larangan Gharar (Ketidakpastian) Dalam Asuransi Syariah (Takaful)

Pengertian Prinsip Larangan Gharar (Ketidakpastian) Dalam Asuransi Syariah (Takaful)Artikel kali ini akan membahas salah satu prinsip dari asuransi syariah (takaful) yaitu Prinsip Larangan Gharar. Sebelum membahas lebih lanjut tentang Prinsip Larangan Gharar kita harus mengetahui definisi Asuransi Syariah (Takaful) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian Asuransi syariah adalah Asuransi kumpulan perjanjian, yang terdiri atas perjanjian antara perusahaan asuransi syariah dan pemegang polis dan perjanjian di antara para pemegang polis, dalam rangka pengelolaan kontribusi berdasarkan prinsip syariah guna saling menolong dan  melindungi dengan cara:

1). Memberikan penggantian kepada peserta atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, Biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita peserta Atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau
2). Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggatnya peserta atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya peserta dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

Gharar artinya keraguan, tipuan atau tindakan yang bertujuan untuk merugikan pihak lain. Suatu akad mengandung unsur penipuan, karena tidak ada kepastian, baik mengenai ada atau tidak ada objek akad, besar kecil jumlah maupun menyerahkan objek akad tersebut. Imam Al-Qarafi mengemukakan gharar adalah suatu akad yang tidak diketahui dengan tegas, apakah efek akad akan terlaksana atau tidak, seperti melakukan jual-beli burung yang masih terbang bebas di udara.

Dalam asuransi biasa unsur gharar dapat terjadi jika tertanggung yang sudah membayarkan premi kepada perusahaan asuransi untuk mentransfer resiko yang mungkin terjadi pada diri atau harta bendanya, namun dalam perjalanan waktu sampai dengan berakhirnya perjanjian tersebut tertanggung tidak mengalami kerugian. Dalam kasus tersebut maka uang premi menjadi milik perusahaan asuransi dan tidak dikembalikan.


Written by: sanabila.admin
Sanabila, Updated at: 7/14/2015